MNC Trijaya Kendari, Semarang – Kampung Bustaman memang mempunyai tradisi unik untuk menyambut kedatangan bulan Ramadhan, yaitu dengan tradisi gebyuran. Warga rela berbasah-basah di sepanjang jalan kampung yang lebarnya hanya 3 meter itu.
Tradisi Gebyuran Bustaman merupakan simbol untuk membersihkan dari segala kotoran menjelang puasa.
Sejauh ini Gebyuran Bustaman memang jadi tradisi tahunan bagi Kampung Bustaman di Jalan MT Haryono, Purwodinatan, Semarang Tengah untuk menyambut bulan ramadan.
Di tahun 2022 ini, bahkan Gebyuran Bustaman sudah mencapai 10 tahun dalam melakukan tradiri tahunan tersebut.
Wali Kota Kendari H. Sulkarnain Kadir turut serta menghadiri Gebyuran Bustaman yang berlangsung di Kampung Bustaman, Semarang, Minggu (27/3/2022).
Wali Kota Kendari mengungkapkan, rasa terima kasih atas sambutan yang diberikan oleh masyarakat saat ia menghadiri kegiatan ini.
Dirinya mengapresiasi pelaksanaan kegiatan diusung oleh Colaboratorium and Impact Hub Hysteria.
Dalam tradisi di tahun-tahun sebelumnya, warga Kampung Bustaman akan mengadakan arak-arakan kecil di sepanjang gang. Dalam arak-arakan itu, ada warga yang menari memakai topeng berwujud raksasa sebagai simbol sisi buruk sifat manusia.
Ada juga yang membawa replika patung kambing sebagai simbol Kampung Bustaman sebagai pusat penjagalan kambing di Semarang. Setelah arak-arak, prosesi gebyuran dimulai.
Dalam penyelenggaraan yang ke-10 ini, Gebyuran Bustaman akan mengangkat tema “Akas Waras” atau Sehat Total.
Ketua Panitia Aprodita Syams mengatakan acara kali ini terselenggara berkat kerjasama antara warga Bustaman, Disbudpar Pemkot Semarang dan Kolektif Hysteria.
“Warga kampung dan Kolektif Hysteria memulainya 10 tahun lalu dan sekarang telah menjadi tradisi,” ucapnya.
Rangkaian acaranya juga lebih semarak. Ada pengajian, ziarah bersama, musik, kuda lumping dan rebana, forum kampung, serta perang air itu sendiri.
Aris Zarkasyi, ketua RT IV RW III sekaligus panitia kampung menambahkan tahun ini spesial warga membuat pengajian untuk tokoh penting yang makamnya di dalam rumah warga.
“Makamnya sudah menyatu dengan rumah warga dan dulunya tidak teridentifikasi, setelah kami konsultasi ternyata beliau adalah Sayyid Abdullah, tokoh syiar di masa lalu,” kata Aprodita Syams seperti dilansir ayosemarang.com.
(Editor: Hengky Iriawan Muin)