BUTUR – Kasus dugaan pemerkosaan yang menyeret nama oknum anggota polisi berinisial AD menjadi sorotan publik, terutama setelah ramai diperbincangkan di media sosial, khususnya Facebook. Namun, pihak kuasa hukum AD membantah keras tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai hoaks serta fitnah yang merusak nama baik kliennya.
Dalam keterangan resminya kepada media, Senin (21/4/2025), Mawan, S.H., selaku kuasa hukum AD, menjelaskan bahwa kasus ini masih dalam tahap penyelidikan oleh penyidik Unit PPA Polres Buton Utara. Belum ada gelar perkara yang dilakukan, dan menurutnya, informasi yang beredar terlalu prematur untuk dijadikan kesimpulan hukum.
“Klien kami telah memberikan keterangan kepada penyidik. Bahkan, bukti-bukti berupa percakapan WhatsApp yang diajukan pihak pelapor justru menunjukkan adanya sikap aktif dan ajakan dari oknum perempuan berinisial AS terhadap klien kami. Dalam percakapan tersebut, AS beberapa kali mengirim pesan bernada rindu dan mengajak bertemu di salah satu hotel di Buton Utara. Namun, klien kami tidak pernah menanggapi ajakan tersebut,” ujar Mawan.
Lebih lanjut, Mawan membeberkan bahwa AS bahkan sempat menahan AD untuk tidak pindah dari rumah tempat mereka tinggal dengan mengatakan, “Saya tidak rela kamu keluar dari rumah.” Hal ini, kata Mawan, menunjukkan bahwa tuduhan pemaksaan tidak masuk akal.
Mawan juga menegaskan bahwa hubungan antara AD dan AS bukanlah mertua kandung, melainkan mertua tiri. Bahkan, pernikahan antara AS dan pria berinisial SY yang disebut sebagai mertua AD, diduga adalah pernikahan siri.
“AS ini dulunya dikenal sebagai mantan pemandu lagu di sebuah tempat hiburan malam di Buton Utara. Kami menduga kuat bahwa klien kami sedang dijebak dan ada upaya sistematis untuk merusak kariernya di institusi kepolisian,” ungkapnya.
Pihaknya pun merasa perlu meluruskan pemberitaan yang beredar, terutama pernyataan dari pelapor berinisial SY yang menyebut AD merasa aman dari ancaman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) karena diduga dibekingi oleh oknum di Polda Sultra. Menurut Mawan, pernyataan tersebut adalah fitnah yang mencoreng nama baik kliennya.
“Klien kami memilih diam dan menyerahkan proses sepenuhnya kepada pimpinan tertinggi institusi Polri. Tapi jika tuduhan sepihak ini terus bergulir, kami siap mengambil langkah hukum,” tegasnya.
Mawan bersama rekannya, Dodi, S.H., menyatakan akan melaporkan dugaan pencemaran nama baik terhadap pelapor dan sejumlah pihak yang menyebarkan tuduhan tidak berdasar. Mereka merujuk pada Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mengatur sanksi pidana hingga 4 tahun penjara atau denda maksimal Rp750 juta bagi pelaku penyebar informasi elektronik yang mengandung unsur penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
“Ini bukan hanya soal reputasi pribadi, tapi juga soal penegakan hukum yang adil dan tidak tebang pilih,” tutup Mawan. (Red)