Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa mengatakan pada Kamis (16/2), pihaknya sedang mempersiapkan “operasi penegakan hukum” untuk membebaskan seorang pilot Susi Air asal Selandia Baru yang disandera kelompok separatis Papua. Operasi tersebut adalah upaya terakhir yang akan dilakukan jika negosiasi antara pemerintah dan para penyandera gagal mencapai kesepakatan.
Pemerintah saat ini, menurut Muhammad, mengambil pendekatan lunak dalam bernegosiasi dengan pihak separatis untuk menyelesaikan masalah penyanderaan pilot Susi Air Philip Mehrtens tersebut. Pemerintah juga turut menurunkan politisi lokal dan tokoh agama dalam upaya tersebut.
Mehrtens, diculik oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) pada pekan lalu setelah pesawatnya mendarat di wilayah terpencil Nduga.
“Polisi dan TNI memang memiliki prosedur operasi standar dalam menegakkan hukum. Untuk mencegah masalah ini berkepanjangan, kami harus menetapkan tenggat waktu,” kata Muhammad dalam konferensi pers, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Seorang juru bicara TPNPB membagikan foto dan video Mehrtens pada Rabu (15/2). Ia tampak dikelilingi oleh belasan anggota separatis, beberapa di antaranya membawa senjata api dan busur. Mehrtens terdengar mengatakan para penculiknya meminta pemerintah menarik militer dari Papua. Jika tidak, dia akan ditahan seumur hidup.
Separatis telah melakukan pemberontakan yang dianggap sebagai bagian dari upaya memperjuangkan kemerdekaan sejak wilayah kaya sumber daya Papua berada di bawah kendali Indonesia menyusul referendum kontroversial yang didukung PBB pada 1969. Sebelum masuk ke dalam wilayah Indonesia, Papua yang bernama Irian Jaya saat itu, dijajah Belanda.
Kasus penyanderaan di wilayah tersebut jarang terjadi. Namun konflik antara pemerintah dan kelompok separatis semakin meningkat sejak 2018, seiring dengan melambungnya tindakan penyerangan yang lebih mematikan.
Muhammad tidak memberikan informasi tentang operasi apa yang mungkin dilakukan, dengan alasan kerahasiaan. Namun, ia mengatakan polisi, militer dan pejabat intelijen terlibat dalam perencanaan tersebut.
“Pelakunya bukan dari kelompok separatis, pelakunya adalah teroris yang terlibat kejahatan. Karena itu TNI dan Polri harus menegakkan hukum,” kata Muhammad.
Kedutaan Selandia Baru telah sepakat atas rencana tersebut, katanya. Kementerian Luar Negeri Selandia Baru tidak segera menanggapi permintaan komentar Reuters pada Kamis (16/2).
Menteri Pertahanan Mahfud MD pada Selasa (14/2) malam, berjanji untuk memastikan pembebasan Mehrtens dengan menggunakan “pendekatan persuasif, tetapi mengatakan tidak dapat mengesampingkan “cara lain.” [VOA Indonesia/ah/rs]