JAKARTA — Imbas pernyataan dua politisi juru bicara Partai Bharatiya Janata yang dinilai menghina Islam dan Nabi Muhammad SAW mulai terasa di Jakarta. Ratusan massa Front Persaudaraan Islam (FPI), Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF)-Ulama, Jumat siang (17/6) mendatangi Kedutaan Besar India di Kuningan, untuk memprotes pernyataan itu.
Massa menyampaikan sejumlah tuntutan, antara lain mengutuk sikap Islamofobia di India, meminta PBB untuk bersikap tegas sesuai dengan resolusi anti-Islamofobia terhadap pemerintah India, dan meminta mahkamah pengadilan internasional untuk mengadili rezim yang sedang berkuasa atas genosida yang terjadi di India.
Mantan Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Shabri Lubis, ketika diwawancarai VOA mengatakan mereka juga menuntut agar pemerintah Indonesia bersikap lebih tegas dengan mengusir duta besar India dan memutuskan hubungan diplomatik dengan negara itu.
Kedutaan Besar India tidak merespon tuntutan itu, meskipun pihak gedung di mana kantor kedutaan berada mengijinkan perwakilan pengunjukrasa untuk menyampaikan surat berisi tuntutan kepada perwakilan kedutaan.
Kementerian Luar Negeri Indonesia telah mengecam pernyataan kedua tokoh Partai Bharatiya Janata pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi itu sebelumnya. “Indonesia mengecam keras pernyataan menghina yang tidak dapat diterima terhadap Nabi Muhammad SAW oleh dua politisi India. Pesan ini telah disampaikan kepada Duta Besar India di Jakarta,” cuit Kemlu RI pada 6 Juni lalu.
Aksi demonstrasi dengan tuntutan serupa juga telah berlangsung di beberapa negara mayoritas Muslim. Di Bangladesh, ribuan orang berdemonstrasi di ibu kota Bangladesh hari Kamis (16/6) untuk menuntut agar pemerintah Bangladesh dan India secara resmi mengutuk pernyataan dua pejabat partai pemerintah India yang dinilai telah menghina Nabi Muhammad SAW.
Para demonstran menuntut agar negara-negara mayoritas Muslim memboikot produk India dan memutuskan hubungan dengan negara itu. Juga agar Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengutuk secara terbuka pernyataan yang disampaikan dua pejabat Partai Bharatiya Janata pimpinan Perdana Menteri Narenda Modi. Namun Hasina telah menegaskan akan tetap mempertahankan hubungan hangat dengan India.
Ironisnya aksi demonstrasi kelompok minoritas Muslim terhadap pernyataan itu justru dibalas dengan penangkapan dan penghancuran sejumlah rumah dan bisnis milik warga Muslim. Para kritikus menyebut tindakan penghancuran rumah dan bisnis milik warga Muslim itu sebagai perkembangan pola “bulldozer justice” atau “keadilan buldoser” yang ditujukan untuk menghukum aktivis-aktivis kelompok minoritas. Pihak berwenang di bagian utara Uttar Pradesh hari Minggu (12/6) merobohkan rumah Javed Ahmad, yang menurut mereka terkait dengan protes kelompok Muslim pada hari Jumat (10/6) yang kemudian bergulir menjadi aksi kekerasan. Polisi menangkap Ahmad pada hari Sabtu (11/6).
Partai Bharatiya Janata telah menskors salah seorang juru bicara yang menjadi sumber kontroversi dan memecat yang lainnya. Partai itu juga mengeluarkan pernyataan yang sangat jarang, yang mengatakan bahwa partai itu “sangat mencela penghinaan terhadap agama mana pun.” [iy/em/Indra Yoga/VOA Indonesia]