Ridwan Badallah Tegaskan Media Jangan Jadi Panggung Peta Konflik Aparatur Negara

0
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Dr. (Cand) M. Ridwan Badallah, S.Pd., MM

Kendari – Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Dr. (Cand) M. Ridwan Badallah, S.Pd., MM, Selasa (14/2/23) kembali mengeluarkan pernyataan resminya sebagai juru bicara Pemerintah Provinsi Sultra guna merespon pemberitaan terkait pelantikan 19 JPTP lingkup Pemprov Sultra, yang kembali diulas dan ditayangkan oleh salah satu media online di Sultra, terlebih setelah pihaknya melakukan klarifikasi dan meminta itikad baik pihak media yang dimaksud untuk membuat pernyataan permintaan maaf atas berita yang telah ditayangkan sebelumnya.

Ridwan Badallah, sekaligus juru bicara resmi Pemprov Sultra, tegaskan agar media jangan berperan sebagai panggung yang mempertontonkan peta konflik kelembagaan aparatur negara, yang terkesan melahirkan kekisruhan di tubuh sistem pemerintahan (Pemprov Sultra dan KASN).

“Sistem penyelenggaraan pemerintahan itu sudah tertata dan memiliki mekanisme, tidak mungkin seluruh tindakan pemerintah harus pamit alias memanggil media untuk dipublikasikan, justru media harus pro aktif dengan cara-cara yang elegan guna mendapatkan konfirmasi terbaik,” urai Ridwan Badallah.

Ia sangat menyayangkan tindakan overlapping yang dilakukan salah satu oknum jurnalis dalam pemberitaan di medianya, terkait pelantikan 19 JPTP di lingkup Pemprov Sultra, yang terus menerus digoreng dalam pemberitaannya, seolah meramu resep olahan makanan sehingga orang tertarik untuk mencicipi, alias tertarik untuk membaca berita tersebut, mungkin seperti itu analoginya.

“Seperti mati-matian ingin menyajikan resep agar orang tertarik, seolah telah berupaya keras untuk tampil cover both side pemberitaannya, dengan melakukan jurus tembak konfirmasi versi pihak media itu sendiri, ini akhirnya mengerdilkan citra diri dan media tersebut, semacam tidak paham protokol dan etika komunikasi dan klarifikasi, apalagi isu yang dianggapnya penting,”

Ridwan berharap, media idealnya hadir sebagai penyejuk dalam pemberitaan jika memang faktanya ada konflik yang akan diberitakan, jangan justru sebaliknya, seolah menjadi kayu bakar, bersifat profokatif dalam pemberitaannya, bahasa perumpamaannya menjadikan medianya panggung ring tinju, lalu media itu bertindak sebagai promotor yang menghasilkan kepuasan tersendiri ketika mendapat profit, berharap ada pemain pemecah record, dan di sisi lain ada pula yang dijatuhkan. Ingin memastikan ada nara sumber yang tersudutkan dalam pemberitaannya, sehingga elektabilitas medianya naik, itu sangat salah dan keliru berat.

“Media harus paham etika permintaan klarifikasi, dan jalur-jalur komunikasi, sebab negara bisa hancur kalau semua pihak menggunakan cara-cara tendensius memanfaatkan media untuk melakukan pembelaan. Syukur-syukur seorang oknum jurnalis yang membuat berita tersebut taat asas dan kode etik jurnalistik, bagaimana kalau sioknum jurnalis tersebut sebaliknya. Bisa jadi tidak sehat media tersebut dan dilarikan pembaca lebih-lebih mitra-mitranya, pasti akan saling merekomendasikan untuk tidak bekerja sama yang baik, karena ada kekuatiran tertentu,” detail Ridwan.

Pandangan Ridwan, Tantangan media diera digital seperti saat ini adalah bagaimana melakukan strategi komunikasi yang baik untuk membangun hubungan kemitraan dengan berbagai nara sumber penting, sebab tidak semua komunikasi via digital itu valid. Banyak modus operandi kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang intelek melalui kejahatan cyber. Baik itu penipuan, pemerasan dan lain sebagaimana mengatasnamakan lembaga yang mengaku kredibel, dan ini jangan sampai terjadi di media.

Penulisan berita yang cenderung mengandung unsur peta konflik dan terkesan syarat misi tertentu mengkonfirmasi siapa dia yang sesungguhnya, dan ini patut diwaspadai. Lanjutnya, jika ingin melakukan klarifikasi ada cara-cara elegan dan pendekatan bagaimana motode dan upaya-upaya jurnalistik untuk melakukan klarifikasi tersebut.

Apalagi dengan hanya mengirim pesan singkat seperti yang ditempuh media yang tidak profesional, sebab berbicara secara langsung dan hanya sekedar mengirim pesan dan membalas pesan boleh jadi penafsiran dan pemaknaan akan berkembang, sebab tidak saling kontak face-to face melihat satu sama lain, idealnya interaksi yang sehat. Apalagi dalam mengklarifikasi sesuatu yang bisa jadi ada indikasi tendensius, bukannya malah menghadirkan sosial solution justru melahirkan masalah baru atau bahkan menambah bobot ketidakprofesionalannya.

Adanya pemberitaan baru di atas pemberitaan klarifikasi yang telah terpublis, dan seolah masih menggaruk sesuatu yang sudah jelas duduk perkaranya oleh suatu pemberitaan jelas menunjukkan sinyalemen kuat bentuk perlawanan untuk menyerang institusi tertentu. Hal ini sangat mendorong jauh kebelakang nilai jual suatu pemberitaan oleh satu satu oknum media tersebut baik skala lokal maupun nasional, akibat pemberitaan mengenai pelantikan JPTP di lingkup Pemprov yang nyata telah jelas dan resmi disampaikan melalui jalur protokoler komunikasi Pemprov Sultra.

“Silahkan kami terbuka melalui protokoler komunikasi yang terarah, santun dan taat kaidah, melalui institusi resmi Pemprov Sultra, tidak perlu lompat dan terkesan membabi buta, pasti kami tanggapi,” urai Ridwan.

Sebaliknya, harapan Kominfo terhadap oknun jurnalis dan medianya tersebut yang telah ‘membakar’ pemberitaan seputar pelantikan JPTP di lingkup Pemprov Sultra dihentikan. Meski sebelumnya Kominfo Sultra telah melakukan upaya penekanan permintaan maaf media tersebut dan menempuh jalur hukum pers, namun Kominfo berharap media yang memberikan narasi tendensius tersebut dapat melakukan klarifikasi yang lebih beretika ke depannya.

“Kantor Kominfo Sultra terbuka sesuai jam kerja resmi, silahkan face to face untuk melakukan klarifikasi dan konfirmasi serta verifikasi,” tutup Ridwan.**

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here