“Jadi berdasarkan rilis dari WHO, adanya zat kimia di pasien, bukti biopsi yang menunjukkan kerusakan ginjalnya karena zat kimia ini, dan keempat adanya zat kimia ini di obat-obatan yang ada di rumah pasien, kita menyimpulkan benar penyebabnya adalah obat-obat kimia yang merupakan cemaran dari pelarut ini,” ujar Menkes Budi dalam keterangannya usai mengikuti rapat internal bersama Presiden Joko Widodo, pada Senin, 24 Oktober 2022, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, Kementerian Kesehatan pun telah melakukan sejumlah langkah konservatif. Salah satunya dengan menutup sekitar 1.100 obat-obatan yang mengandung pelarut seraya menunggu hasil penelitan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Nanti rencananya sore ini kita akan keluarkan surat untuk rilis. Jadi ada 133 atau 150-an obat-obatan yang memang pelarutnya tidak mengandung bahan kimia berbahaya, kita akan rilis,” ungkap Menkes Budi.
Selain itu, Kementerian Kesehatan juga telah berbicara dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) terkait beberapa obat yang bersifat sirup yang dibutuhkan untuk menyembuhkan berbagai penyakit kritis. Menkes Budi mengatakan bahwa obat-obatan tersebut masih diperbolehkan untuk dikonsumsi namun harus dengan resep dokter.
“Ini kalau dilarang anaknya bisa menderita atau meninggal gara-gara penyakit yang lain. Jadi untuk obat-obat sirup yang gunanya untuk menangani penyakit kritis kita perbolehkan tapi harus dengan resep dokter,” ucap Menkes Budi.
Dalam kesempatan tersebut, Menkes Budi juga mengatakan bahwa pemerintah Indonesia telah bekerja sama dengan sejumlah negara sahabat untuk menyediakan obat Fomepizole yang dinilai dapat mengatasi kasus gagal ginjal tersebut. Hingga saat ini, pemerintah telah menerima 20 vial dari Singapura, sedangkan 16 vial lainnya akan datang dari Australia dalam waktu dekat.
“Kita sedang proses untuk beli dari Amerika. Mereka ada stok tidak terlampau banyak, juga beli dari Jepang mereka ada stok sekitar 2000-an. Ini kesiapan yang kita lakukan untuk menyediakan obat-obatnya,” ungkap Menkes Budi.
Menkes Budi memastikan bahwa obat Fomepizole tersebut memberikan dampak positif terhadap para pasien yang menderita gangguan ginjal akut tersebut. Ia pun menyatakan akan segera mempercepat proses kedatangan obat tersebut ke Indonesia.
“Jadi kita bisa melihat dari 10 pasien yang diberikan obat ini, 7 pasien sudah pulih kembali sehingga kita simpulkan obat ini memberi dampak positif dan kita akan percepat kedatangannya ke Indonesia sehingga 245 yang masuk dan mungkin akan masih agak bertambah sedikit itu bisa kita obati dengan baik,” ucap Menkes Budi.
Sementara itu, Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan bahwa BPOM akan berhati-hati dalam menguji dan _sampling_ obat-obatan yang mengandung pelarut tersebut. Menurut Penny, hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden Jokowi dalam rapat internal.
“Tadi pesan Pak Presiden sangat jelas sekali untuk sangat berhati-hati. Jadi kami BPOM dalam menguji _sampling_ dan menguji obat-obatan ini berhati-hati sekali,” ujar Penny.
Penny juga menyebut BPOM bekerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia akan menindaklanjuti dua industri farmasi yang diduga memproduksi obat-obatan yang mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) sangat tinggi.
- “Dalam proses ini kami sudah mendapatkan dua industri farmasi yang akan kami tindak lanjuti menjadi pidana. Jadi Kedeputian IV, yaitu Kedeputian Bidang Penindakan dari BPOM sudah kami tugaskan untuk masuk ke industri farmasi tersebut, bekerja sama dengan kepolisian dalam hal ini dan akan segera melakukan penyidikan untuk menuju pada pidana,” tandasnya. (ANP-MNC Trijaya)