Hasil penelitian baru di Amerika Serikat memberi bukti baru bahwa long COVID bisa terjadi bahkan pada pasien yang sudah divaksinasi. Dan bahwa orang lanjut usia (lansia) berisiko lebih tinggi untuk mengalami efek jangka panjang setelah terjangkit COVID-19.
Dalam penelitian terhadap para veteran yang diterbitkan pada Rabu (25/5), sekitar sepertiga pasien yang mengidap COVID-19 setelah divaksinasi, menunjukkan tanda-tanda long COVID.
Laporan terpisah dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC) mendapati bahwa hingga setahun setelah tertular virus corona awal, 1 dari 4 orang dewasa berusia 65 tahun ke atas mengalami setidaknya satu masalah kesehatan yang mungkin masuk ke daam kategori long COVID, dibandingkan dengan 1 dari 5 orang dewasa yang berusia lebih muda.
Long COVID mengacu pada satu dari lebih 20 gejala yang terus ada, kambuh atau muncul pertama kali setidaknya satu bulan setelah penularan virus corona. Gejala-gejala ini bisa mencakup kelelahan, sesak napas, dan pembekuan darah.
Vaksin virus corona, yang membantu mencegah infeksi awal dan penyakit serius, memberi perlindungan terhadap long COVID, tetapi semakin banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa perlindungan itu tidak sesuai dengan apa yang sebelumnya diharapkan para ilmuwan.
Studi veteran yang terbit dalam Nature Medicine meninjau catatan medis umumnya veteran pria kulit putih, yang rata-rata berusia 60 tahun. Dari 13 juta veteran, hampir 3 juta di antaranya telah divaksinasi hingga Oktober tahun lalu. Sekitar 1 persen dari jumlah tersebut, atau hampir 34.000 orang, mengidap COVID.
Penulis utama penelitian itu, Dr. Ziyad Al-Aly mencatat bahwa penelitian dilakukan sebelum varian omicron yang sangat menular muncul pada akhir tahun. Ia mengatakan tingkat infeksi pada orang yang sudah divaksinasi tampaknya meningkat. [ka/rs/Associated Press/VOA Indonesia]