Jakarta – Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak bisa terelakkan lantaran saat ini dunia sedang mengalami krisis energi global.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo kemungkinan akan menyampaikan pengumuman kenaikan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak dalam waktu dekat.
Sinyal kenaikan harga BBM tersebut disebabkan oleh beban subsidi BBM dan kompensasi energi yang membengkak pada tahun 2022 hingga Rp 502 triliun. Oleh karena itu, pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi, yaitu Pertalite dan Solar.
Menurut Direktur Penyusunan APBN Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan, pemberian subsidi seperti BBM dan listrik tidak efisien, karena banyak masyarakat mampu yang ikut menikmati subsidi tersebut.
“Subsidi hanya untuk rakyat miskin dan yang membutuhkan, rakyat mampu menengah ke atas seharusnya tidak perlu lagi mendapatkan subsidi,” tutur Rofyanto dalam acara Konsultasi Publik RUU APBN Tahun Anggaran 2023 seperti dikutip redaksi, Kamis (25/8).
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, subsidi justru tidak dinikmati oleh masyarakat rentan dan kurang mampu, melainkan dinikmati oleh masyarakat golongan kaya. Sehingga penyaluran subsidi dinilai tidak tepat sasaran.
“Konsumsi listrik, BBM, dan LPG itu banyak kelompok yang kaya dibandingkan dengan kelompok yang tidak mampu,” kata Sri Mulyani.
Dikutip dari Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2023, dari total anggaran energi itu, anggaran subsidi jenis BBM tertentu dan LPG tabung 3 kilogram direncanakan sebesar Rp 138,33 triliun atau lebih rendah 7,4 persen dibandingkan dengan outlook 2022. Alokasi anggaran subsidi jenis BBM tertentu dan gas melon tahun ini diperkirakan Rp 149,36 triliun.
Anggaran itu mendatang akan diarahkan untuk transformasi penyaluran subsidi BBM agar lebih tepat sasaran. Penyalurannya juga akan berbasis target penerima serta terintegrasi dengan program perlindungan sosial.