Ketua DPRD Kota Kendari Hadir di Acara Penandatanganan Pakta Integritas Berantas Korupsi

0

Kendari  – Pemerintah Kota Kendari difasilitasi Inspektorat menandatangani Pakta integritas komitmen anti korupsi bagi kepala daerah pejabat tinggi pratama dan pejabat administrator. Kegiatan ini berlangsung di Aula Samaturu Balai Kota Kendari, dan turut dihadiri Ketua DPRD Kota Kendari, H.Subhan. Kamis (30/5/2024).

Penandatanganan ini diawali oleh Camat Baruga dan Sekretaris Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mewakili pejabat administrator, kemudian dilanjutkan Inspektur, Kadis Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kepala BKPSDM Kota Kendari mewakili pejabat tinggi pratama. Penandatanganan juga diikuti pejabat lainnya. Penandatanganan ditutup oleh Pj Wali Kota Kendari dan Sekda Kota Kendari.

Pj Wali Kota Kendari Muhammad Yusup mengakui hasil survei integritas yang dilakukan KPK, Kota Kendari masih berada di posisi terbaik, sehingga menjadi tugas berat untuk mempertahankannya.

“Survei ini alat untuk mendiagnosis kekuatan dan kelemahan kita dalam hal integritas. Hasil dari survei ini akan menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan dan strategi yang lebih efektif dalam mencegah korupsi, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas,” jelasnya.

Pj wali kota bilang perilaku anti korupsi harus tercermin dalam perilaku khususnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Pj Wali Kota menegaskan komitmen pemerintah Kota Kendari dalam mencegah korupsi, salah satunya melalui penandatanganan pakta integritas oleh pejabat tinggi pratama dan pejabat administrator.

Sementara itu Inspektur Kota Kendari Sri Yuanita menjelaskan, penandatanganan pakta integritas ini merupakan tindak lanjut dari hasil survei penilaian integritas (SPI) yang diselenggarakan KPK tahun 2023.

“Penandatanganan pakta integritas ini dan sosialisasi hasil SPI adalah dua aksi dari beberapa rencana aksi yang telah ditetapkan,” ungkapnya.

Kemudian hasil tindak lanjut dari rekomendasi SPI kata Sri Yusnita akan dipaparkan kembali saat kunjungan KPK di Kota Kendari pekan depan.

Sebagai informasi, Operasi Tangkap Tangan atau OTT Kepala Daerah, dari bupati, walikota, hingga gubernur, selalu membuat kita geram dan mengelus dada. Bukan sekali dua kali, tapi sering sekali berita OTT Kepala Daerah mewarnai pemberitaan.

Data KPK menunjukkan bahwa sejak 2004 hingga Januari 2022 ada 22 gubernur dan 148 bupati atau walikota yang ditangkap KPK. Itu baru data KPK, belum lagi jika digabungkan dengan data Kejaksaan dan Kepolisian. Berdasarkan pengumpulan data oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang 2010-Juni 2018 ada 253 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh aparat penegak hukum.

Selain – tentu saja – sifat serakah, ada penyebab lainnya mengapa kepala daerah korupsi, yaitu tingginya biaya politik ketika mereka mencalonkan diri. ICW mencatat biaya politik yang tinggi terjadi karena dua hal, yaitu politik uang berbentuk mahar politik (nomination buying) dan jual beli suara (vote buying). Kajian Litbang Kemendagri pada 2015 menyebut, untuk mencalonkan diri sebagai bupati/wali kota hingga gubernur membutuhkan biaya Rp 20–100 miliar. Padahal, pendapatan rata-rata gaji kepala daerah hanya sekitar Rp 5 miliar selama satu periode.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango, seperti dikutip media pada Mei 2021, memberikan empat rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk mencegah korupsi kepala daerah. Rekomendasi pertama, berkoordinasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan BPKP Perwakilan di daerah yang diberi mandat untuk melakukan pengawasan dan pendampingan terkait pengadaan barang/jasa (PBJ) dan penguatan Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP). (Adv)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here