Presiden Joko Widodo menjawab spekulasi yang beredar bahwa dirinya akan ikut hadir dalam kampanye akbar salah satu kandidat capres dan cawapres pada 10 Februari mendatang.
JAKARTA — Presiden Jokowi menyatakan dengan tegas bahwa dirinya tidak akan ikut berkampanye dalam pemilu 2024 kali ini, meskipun berdasarkan aturan diperbolehkan.
“Yang bilang siapa? (ikut kampanye) Ini saya ingin menegaskan kembali pernyataan saya sebelumnya bahwa presiden memang diperbolehkan undang-undang untuk kampanye, dan juga sudah pernah saya tunjukkan bunyi aturannya. Tapi, jika pertanyaannya apakah saya akan kampanye? Saya jawab tidak, saya tidak akan berkampanye,” ungkap Jokowi usai meresmikan Tol Limapuluh, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, Rabu (7/2).
Menjelang hari pencoblosan pada 14 Februari mendatang, Jokowi pun mengimbau masyarakat untuk menggunakan hak pilih mereka dengan datang ke tempat pemungutan suara (TPS) dan memberikan suara. Dalam kesempatan ini ia juga menegaskan netralitas seluruh aparat dalam pesta demokrasi kali ini.
“Saya ingin menegaskan kembali bahwa ASN, TNI, Polri, termasuk BIN (Badan Intelijen Negara) harus netral, dan menjaga kedaulatan rakyat. KPU(Komisi Pemilihan Umum), Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu, dan seluruh jajaran sampai ke daerah juga harus profesional dan memastikan integritas pemilu supaya suara rakyat benar-benar berdaulat. Kita semua harus menjaga pemilu yang damai, jujur dan adil, menghargai hasil pemilu dan bersatu padu kembali untuk membangun Indonesia,” katanya.
Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli mengatakan bahwa langkah Jokowi yang memutuskan untuk tidak berkampanye adalah tindakan yang tepat. Namun, ia menggarisbawahi hal tersebut seharusnya diikuti dengan langkah-langkah yang konkret demi menjaga demokrasi di Indonesia.
“Jadi, tidak berkampanye sudah bagus berarti presiden akan berdiri di semua kandidat. Tetapi bukan hanya sekedar itu saja. Harus juga bertindak untuk tidak melakukan mobilisasi terhadap aparatur negara, ASN, pejabat negara dan lain sebagainya, dan jangan ada kemudian pembagian bansos, dan ada pesan-pesan untuk memenangkan pasangan tertentu. Itu yang lebih penting,” ungkap Lili.
Meski Jokowi tidak mendeklarasikan dukungan kepada paslon tertentu dan tidak ikut berkampanye, menurut Lili, berdasarkan simbolik atau kode, publik sudah mengetahui kepada siapa dukungan Jokowi akan diberikan. Ia nilai hal tersebut sebagai pelanggaran etika.
“Itu merupakan pelanggaran etika. Sudah tidak menjunjung etika, itu bukan hanya simbol, tapi sudah keberpihakan misalnya terkait langkah-langkah yang sudah dilakukan seperti makan bersama, kunjungan kerja bersama, bagi bansos bersama juga. Itu sudah pemihakan sebenarnya,” katanya.
Menurutnya, Jokowi harus mendeklarasikan kepada publik bahwa seorang presiden benar-benar netral dalam pemilu kali ini.
“Harus melakukan deklarasi bahwa saya betul-betul tidak berpihak atau netral dan ucapan itu juga diikuti dengan tidak melakukan mobilisasi untuk memenangkan pasangan tertentu. Persoalan dan protes-protes yang dilakukan para guru besar dan akademisi itu karena presiden tidak netral,” tambahnya.
Sementara itu, analis politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago mengatakan komunikasi politik yang dilakukan oleh Jokowi dalam pilpres 2024 kali ini lebih banyak simbolik dan kode.
“Kenapa? Karena dengan Pak Jokowi memberikan kode simbolik seperti makan bakso dan makan malam dengan Pak Prabowo, itu lebih memberikan pengaruh karena ruang keberpihakannya tidak ada, karena tidak ada deklarasi, itu akan dikira pertemuan menteri dengan presiden. Karena meskipun secara aturan boleh berkampanye tapi akan banyak narasi etik yang berkembang,” ungkap Arifki.
Ia memahami langkah Jokowi yang memutuskan untuk tidak berkampanye di detik-detik terakhir. Menurutnya, bisa saja Jokowi mengkhawatirkan dampak elektoral yang akan muncul jika dirinya ikut berkampanye.
“Tapi dengan Pak Jokowi makan bakso selain mungkin akan menjadi perbincangan dalam berbagai sisi, ini juga akan berdampak secara elektoral. Ini juga gambarnya akan berbeda. Maka menurut saya dengan narasi-narasi yang berkembang, ini pesan simbolik dan kode-kode ini lebih kuat pesannya dibandingkan deklarasi dan juga akan berpotensi mendapatkan serangan dari (pasangan calon nomor) 01 maupun 03,” pungkasnya. [ghitaintan/voaindoneaia]