Universitas Harvard berjanji akan mengeluarkan dana sebesar $100 juta untuk penelitian dan bertanggung jawab atas perannya dalam perbudakan di Amerika Serikat pada masa lalu, demikian disampaikan oleh pemimpin Harvard pada Selasa (26/4).
Pihak kampus juga berencana untuk mengidentifikasi dan mendukung keturunan langsung dari puluhan budak yang terpaksa bekerja di kampus Ivy League tersebut.
Rektor Harvard Lawrence Bacow mengumumkan pendanaan itu di saat Harvard merilis sebuah laporan baru yang merinci bagaimana lembaga itu telah diuntungkan oleh praktik perbudakan dan juga melanggengkan ketidaksetaraan ras.
Laporan tersebut, yang dibuat atas permintaan rektor, memperoleh temuan bahwa staf pengajar dan pemimpin kampus telah memperbudak lebih dari 70 warga kulit hitam dan warga asli Amerika sejak sekolah itu didirikan pada 1636 hingga 1783. Selama puluhan tahun sesudahnya, para cendekiawan di Harvard masih terus menggalakkan konsep-konsep yang memicu gagasan supremasi kulit putih.
Dalam pesannya, Bacow mengatakan banyak pihak akan “terkejut dan terganggu” dengan laporan tersebut, dan ia mengakui bahwa lembaga yang dipimpinnya “telah melestarikan praktik-praktik yang tidak bermoral.”
“Akibatnya, saya berpendapat kami punya tanggung jawab moral untuk melakukan apa saja guna menanggapi dampak kerusakan yang masih terus ada dari praktik-praktik bersejarah ini, baik terhadap pribadi tertentu, terhadap Harvard, dan masyarakat kita,” demikian tulis Bacow.
Di samping temuan tersebut, laporan setebal 130 halaman itu juga memuat rekomendasi yang didukung oleh Bacow. Pihak kampus akan mengalokasikan dana sebesar $100 juta untuk melaksanakan rekomendasi tersebut, yang mencakup membangun hubungan yang kuat dengan kampus-kampus yang didominasi oleh warga kulit hitam dan memperluas akses pendidikan di wilayah-wilayah miskin.
Rekomendasi tersebut juga mendorong Harvard untuk mengidentifikasi sejumlah keturunan dari para budak yang dulu dipekerjakan dan melibatkan mereka melalui dialog dan dukungan pendidikan. [jm/lt/rs]
Sumber: Associated Press/VOA Indonesia