Jakarta – Selamat Hari Kartini. Perjuangan Kartini untuk para perempuan bisa mendapatkan haknya hingga saat ini tampaknya masih akan terus berlanjut. Di beberapa surat kabar yang hari ini memperingati Hari Kartini masih menyorot angka kematian ibu (AKI) yang masih tinggi di Indonesia. Data menurut hasil Supas 2015 AKI sebanyak 305 per 100 ribu kelahiran hidup. Kepala BKKBN Dr.(H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengatakan bahwa satu faktor yang sangat erat dengan AKI dan angka kematian bayi (AKB) yaitu Total Fertility Rate (TFR) yaitu rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang wanita selama masa usia subur/reproduksinya.
“Saya lihat dari tren kematian ibu ini sudah semua sudah kita pahami bahkan kalau nggak salah di media juga keluar baru saja hari ini Hari kartini masih saja mencantumkan beberapa angka-angka dan tren dan target yang akan kita capai saya kira SDGs setidaknya mentargetkan 70 per 100 ribu kelahiran hidup. Dan tahun 2024 itu sebetulnya pemerintah juga mentargetkan menjadi 183 per 100 ribu kelahiran hidup dan seterusnya. Akan tetapi itu memang target-target yang sangat menantang. Apalagi kami di BKKBN kami sampaikan bahwa hubungan erat dengan TFR kemudian dengan AKI bukan rahasia lagi. Artinya bahwa tidak hanya masalah birth to birth interval juga jumlah rata-rata total anak atau TFR yang berkontribusi besar terhadap AKI dan AKB,” terang Dokter Hasto saat menjadi narasumber pada acara Webinar Diskusi Panel SPRIN (Selamatkan Perempuan Indonesia) “Quo Vadis Angka Kematian Ibu di Indonesia” secara daring pada Kamis (21/04).
Data hasil Pendataan Keluarga (PK21) yang dilakukan oleh BKKBN mengungkapkan bahwa TFR tahun 2021 sebesar 2,24, berhasil turun dibandingkan dengan TFR tahun 2019 pada angka 2,45. Hal ini merupakan sebuah perjuangan yang tidak mudah untuk dapat menurunkan TFR di saat pandemi Covid-19 melanda. Berbagai upaya telah BKKBN lakukan untuk menurunkan TFR tersebut seperti memperluas mitra Dinas-dinas KB di Kabupaten/Kota dengan bidan-bidan praktik swasta, untuk mengakses alat maupun obat dan anggaran tidak lagi melalui Puskesmas tetapi langsung kepada Dinas KB di Kabupaten/Kota dan penyelenggaraan Gerakan Sejuta Akseptor. Menurut Dokter Hasto selain penurunan TFR, penurunan Age Specific Fertility Rate (ASFR) di tahun 2021 juga salah satu kontribusi penurunan AKI dan AKB. Selain itu Dokter Hasto juga mengungkapkan bahwa ketika BKKBN diminta untuk mempercepat penurunan stunting, maka sebetulnya juga sama dengan menurunkan kematian ibu dan bayi karena stunting merupakan faktor jauh, sedangkan faktor intermediate kalau diatasi maka akan juga menurunkan kematian ibu dan bayi.
“Age Specific Fertility Rate (ASFR) itu juga kami pantau di tahun akhir 2021 kita juga mendapatkan data dari PK21 hasil analisis kami juga menunjukkan bahwa dulu tahun 2019 masih tinggi masih 38 per 1000. Kemudian 2020 25 per 1000, dan ternyata di tahun 2021 menjadi 20,5 per seribu. Artinya jumlah perempuan yang hamil dan melahirkan antara usia 15-19 tahun itu ternyata juga mengalami penurunan per seribu nya. Artinya peluang resiko tinggi terjadinya kematian karena usia yang terlalu muda juga bisa ditekan ternyata selama pandemi menurun. Inilah barangkali satu faktor yang juga memberikan kontribusi terhadap bagaimana agar AKI dan AKB itu tidak meningkat terus atau dalam hal ini bisa menurun dengan cepat. Karena kemarin mengalami peningkatan di masa pandemi,” imbuhnya.
Sementara itu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam kesempatan yang sama juga menyebutkan bahwa perkawinan anak menjadi penyebab tingginya AKI dan sangat lekat dengan kesetaraan gender, karena perempuanlah yang sering sekali dikawinkan pada usia masih anak-anak karena beberapa alasan antara lain faktor kemiskinan, menjaga hubungan keluarga besar, melindungi dari hamil di luar nikah, dan faktor lainnya. Sedangkan dampak perkawinan anak bagi perempuan tidak sederhana, karena rentan menimbulkan persoalan reproduksi yang belum siap hingga resiko kematian.
Ketua Umum PP POGI dr. Ari Kusuma Januarto, SpOG (K) berharap dengan adanya pertemuan ini semua peserta webinar bisa belajar dan berkolaborasi bersama dalam penurunan angka kematian ibu di Indonesia. Ia menuturkan bahwa POGI mengajak semua sektor baik pemerintah, organisasi profesi, akademisi dan lainnya untuk berperan dalam penurunan AKI. Karena menurutnya seorang ibu nantinya akan menghasilkan generasi mendatang untuk bangsa ini. Sejalan dengan hal tersebut, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin juga mengatakan bahwa peningkatan kolaborasi interprofesi dibutuhkan untuk memperkuat pelayanan kesehatan primer dalam mencegah kematian ibu.
Webinar Diskusi Panel SPRIN (Selamatkan Perempuan Indonesia) bertema “Quo Vadis Angka Kematian Ibu di Indonesia” secara daring pada Kamis (21/04) melalui zoom meeting dan Youtube PP POGI. Acara ini diselenggarakan oleh Perkumpulan Obstetri Ginekologi (POGI) dalam rangka memperingati Hari Kartini pada tanggal 21 April 2022. Hadir dalam webinar Menteri PPPA, Menteri Kesehatan, Kepala BKKBN dan narasumber lainnya. (ANP-MNC Trijaya)