DEMOKRASI ELECTORAL DAN PARTISIPASI PEMILIH
Oleh: Abdul Machmud Husein Siampa
Pasal 43 Ayat ( 1 Dan 2 ) Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) Dinyatakan, ‘ Setiap Warga Negara Berhak Untuk Dipilih Dan Memilih Dalam Pemilihan Umum Berdasarkan Persamaan Hak Melalui Pemungutan Suara Yang Lansung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, Dan Adil Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan’.
Indonesia negara yang memiliki keunggulan dari aspek demografi wilayah, manifesto ini merupakan salah satu potensi untuk membangun sebuah peradaban sosial dalam demokrasi bangsa. Jumlah penduduk yang relative cukup besar memerlukan pengelolaan dalam rangka perwujudan sebuah demokrasi keterpilihan yang benar benar lahir dari masyarakat secara bebas, demokratis, memberikan manfaat.
Seiring dengan telah digulirkanya proses reformasi di Indonesia, yang hal ini telah memberi kebebasan luas bagi masyarakat, dalam memilih pemimpinnya secara mandiri, maka memerlukan satu system demokrasi partisipatif, mengakomodir hak hak konstitusional setiap anggota masyarakat.
Dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia yang memiliki partisipasi masyarakat dimana hal ini dilaksanakan sejak bergulirnya era reformasi masih banyak ditemukan persoalan yang paling mendasar yakni “partisipasi pemilih” sebagai esensi dari pelaksanaan demokrasi itu sendiri.
Langkah serius dari pemerintah terkhusus penyelenggara sangat dibutuhkan untuk terus menyiapkan, mendesign satu system pelaksanaan pemilu agar seluruh masyarakat yang telah memiliki hak untuk memilih dapat benar benar menyalurkan hak politiknya.
Partisipasi pemilih tidak hanya pada konteks kuantitatif semata melainkan seluruh komponen masyarkat tanpa terkecuali dan telah meiliki hak untuk memilih. Informasi tentang kepemilihan harus disampaikan dan mudah di akses oleh masyarkat.
Berbagai metode yang telah disiapkan oleh penyelenggara pemilu dalam menjaga partisipasi pemilih agar terus mengakomodir semua hak pemilih, namun dalam pelaksanaannya masih terus juga menemukan berbagai masalah. Hal ini disebabkan oleh kurang efektifnya peran serta struktur ditingkatan bawah (Pemerintah) dalam mendukung upaya penyelenggaraan pemilu.
Koordinasi kependudukan antara pemerintah dan penyelenggara adalah salah satu instrument untuk menyiapkan hak politik masyrakat tersalurkan dengan baik.
Dalam Konteks pelaksanaan pemilu, tahapan pelaksanaan pemilu telah di atur dalam ketentuan undang undang pemilu dan secara teknis dalam pelaksanaan pemilu itu sendiri. Partisipasi, ruangnya memerlukan Langkah Langkah kreatif terobosan oleh penyelenggara pemilu (KPU) agar masyarakat memiliki selera, kemauan untuk ikut terlibat dalam pemilu yang diselenggarakan. Diantaranya adanya model model kampanye oleh peserta pemilu yang itu dirumuskan oleh penyekenggara.
Informasi tentang peserta pemilu baik partai politik maupun pasangan calon harus dibuka seluas-luasnya dan mudah diakses oleh masyrakat agar minat untuk memilih dapat terlahirkan.
Hal lain juga tentang fasilitas ruang untuk menyalurkan hak pilih disiapkan secara baik agar pemilih merasa aman dan nyaman menyampaikan hak pilihnya.
Dalam pelaksanaan pemilu dan kepala daerah , kreatifitas dan inovasi penyelenggara merupakan unsur pendorong minat masyarakat dalam menyampaikan hak pilih.