Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menemukan menemukan lebih dari 600 situs/akun yang bermuatan unsur radikal di media sosial.
“Dalam hal ini BNPT menemukan akun-akun yang terindikasi menyebarkan propaganda, radikalisme di antaranya di Facebook 168 akun, WhatsApp 156, Telegram 119, Instagram 54 akun, YouTube 25 akun, media online 14, dan Twitter 85,” tegas Kepala BNPT, Boy Rafli Amar dalam rilis akhir tahun BNPT di Jakarta, Rabu (28/12/2022).
Menurutnya, dalam kasus ini BNPT bekerja sama dengan Kominfo untuk mengklasifikasikan tindak kejahatan tersebut ke dalam penanganan hukum pidana atau dilakukan pendekatan kontra narasi. Hal itu dilakukan agar masyarakat tidak terprovokasi dengan informasi berupa berita bohong, propaganda, dan radikalisme.
“Jadi jangan sampai masyarakat ikut terprovokasi dengan informasi-informasi itu,” katanya.
Selain melakukan pendekatan hukum, kata Boy, BNPT akan meminta Kominfo untuk melakukan penutupan (take down) terhadap akun-akun yang dianggap sangat berbahaya.
Ia mengatakan, selain upaya menindak pelaku radikalisme, BNPT pun mencegah tindak terorisme di media sosial melalui pembentukan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 34 provinsi dan Duta Damai Dunia Maya di Provinsi Papua, Papua Barat, serta 18 provinsi lain di Indonesia.
Adapun anggota dari Duta Damai Dunia Maya terdiri dari mahasiswa dan para individu yang aktif bermedia sosial. Berdasarkan keterangannya, mereka ditugaskan untuk membangun partisipasi aktif masyarakat dan menyuarakan perdamaian.
“Ini belum tentu cukup, tetapi kita berharap Duta Damai ini menjadi semacam katalisator atau menjadi dinamisator bagi masyarakat,” kata Boy.
Dia pun menyinggung adab bermedia sosial masyarakat yang belum diterapkan dengan baik dan sikap tidak acuh dalam menghormati hukum yang berlaku.
Penyumbang Potensi Radikalisme
Hasil survei indeks potensi radikalisme 2022 yang dilakukan BNPT menyebutkan bahwa perempuan, generasi muda, dan pihak yang aktif di internet menjadi penyumbang terbanyak dalam potensi radikalisme.
“Survei ini menemukan indeks potensi radikalisme lebih tinggi pada wanita, generasi muda, dan mereka yang aktif di internet,” kata Boy.
Berdasarkan survei itu, indeks 2022 berada di persentase 10 persen atau turun sebanyak 2,2 persen dari 2020 dengan jumlah 12,2 persen.
Atas hasil itu, Boy menyatakan bahwa persentase penurunan tersebut sudah mencapai target.
“Bahkan target itu sebenarnya melampaui target dari yang ditetapkan RPJMN,” kata Boy.
Dia menambahkan, salah satu fokus mitigasi BNPT dalam deradikalisasi adalah membangun kesadaran masyarakat untuk menolak perkembangan intoleransi.(ANP-MNC Trijaya)