Kendari – Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sulawesi Tenggara (Sultra), Hidayatullah, mengimbau kepada Kepala Daerah terkhusus penjabat Kepala Daerah agar melaksanakan prinsip profesionalisme dan netralitas mengingat tahap Pemilu 2024 sedang berjalan sejak 14 Juni 2022 sesuai PKPU No. 3 Tahun 2022 demi meneguhkan netralitas dan profesionalitas ASN dan menjaga politisasi birokrasi di wilayahnya. “Suatu kewajiban kepala daerah untuk melindungi birokrasi dan ASN agar tetap dapat bekerja secara netral dan independen tidak hanya dalam ucapan tetapi tampak dalam perbuatan dan kebijakan agar ASN tidak terseret dalam pusaran politisasi birokrasi,” terangnya dalam keterangan persnya, Rabu (23/11/2022).
Segala bentuk keputusan dan/atau tindakan termaksud simbol-simbol kebijakan dalam bentuk verba (kata kerja), akronim maupun singkatan yang mengarah dalam bentuk seruan, ajakan, imbauan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu adalah larangan yang ditegaskan dalam UU Pemilu maupun sejumlah beleid kepegawaian. Mengingat penjabat Kepala Daerah Salah satu tugas utama dalam pengangkatannya adalah menfasilitasi penyelenggaran Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 serta mengawal ASN dan birokrasi agar tetap bekerja netral dan profesional ditengah proses tahapan pemilu 2024 yang sedang berlangsung.
Selanjutnya, Ketua Presedium JaDI Sultra menyampaikan Kepada Bawaslu diseluruh tingkatan agar melaksanakan fungsi pencegahan dan pengawasannya yang ketat, melakukan segala upaya penguatan pranata sosial, edukasi, sosialisasi, koordinasi serta konsolidasi untuk mencegah kemungkinan penjabat kepala daerah menimbulkan disrupsi netralitas yang dapat membawa misi politik tertentu dan mempolitisasi birokrasi selama masa jabatannya.
Kepada KASN dan Ombudsman Hidayatullah menyampaikan untuk menjalankan tupoksi masing-masing dalam mengawasi segala kebijakan pelayanan publik maupun tindakan kepegawaian yang dikeluarkan para penjabat Kepala Daerah yang berpotensi menimbulkan disrupsi profesionalisme dan netralitas yang mengarah terjadinya abuse of power atau perbuatan-perbuatan penyimpangan yang melawan hukum lainnya yang dapat berujung pada gugatan hukum maupun potensi guncangnya stabilitas pemerintahan daerah yang berdampak konflik sosial dan politik.
Penting kami dari civil society menyampaikan ini karena telah ada potensi-potensi beberapa Penjabat Kepala Daerah di Sultra yang menggunakan simbol-simbol partai politik tertentu berupa tagline, simbol ajakan dan ada pula yang menyimbolkan dengan warna baju yang dikenakan, dan potensi mengutak-atik posisi jabatan-jabatan ASN seolah-olah kepentingan perbaikan tatakelola pemerintahan padahal disana ada hidden agenda atau cara-cara invisible hand atas pesanan politik tertentu. Kami terus amati dan kami berharap Bawaslu serta Ombudsman mohon jangan asik bertapa dan pura-pura menutup mata soal ini. Jangan tunggu laporan tapi jadikanlah itu temuan dan lakukan klarifikasi demi penataan demokrasi yang egaliter menuju tahun 2024. **