Jakarta – Menjelang Pemilu 2024, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan menggelar Bincang Pembangunan Seri VI bertempat di Auditorium Lantai 2 Kawasan BRIN Gatot Subroto pada Kamis (25/8). Acara yang mengusung tema “Menyongsong Pemilu 2024: Persiapan, antisipasi,& Proyeksi”, turut dihadiri Laksana Tri Handoko selaku Kepala BRIN, Mego Pinandhito selaku Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan dan mengundang narasumber yaitu Hasyim Asy’ari (Ketua KPU RI), Hasto Kriyanto (Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan), Mardani Ali Sera (DPP PKS) dan Djayadi Hanan (Pengamat politik). Acara tersebut dimoderatori oleh Moch Nurhasim selaku Direktur Kebijakan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan BRIN.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menyampaikan bahwa Deputi Kebijakan Pembangunan (DKP) BRIN ini merupakan mitra utama dari Kementerian dan Lembaga, tentu termasuk juga KPU. “DKP BRIN ini mitra bagi kementerian lembaga untuk melihat, menelaah berbagai kebijakan yang tujuan akhirnya untuk memberikan rekomendasi kebijakan yang berbasis data dan bukti bagi pembangunan kita,” ujarnya.
Handoko melanjutkan bahwa bincang pembangunan ini tidak akan membahas dari aspek politik, namun membahas mengenai tata kelola kegiatan pemilu. Harapannya kegiatan ini akan melihat bagaimana tata kelola pemilu dan tentunya untuk perbaikan tata kelola pemilu kedepannya.
“Saya berharap Bincang Pembangunan bisa terus dilaksanakan untuk mengulas berbagai masalah, memitigasi, dan melihat potensi masalah yang ada di tengah masyarakat sehingga bisa menjadi media untuk saling berbagi informasi dan dapat berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara kita,” ucap Handoko.
Selain itu, untuk menyelesaikan berbagai isu strategis serta mitigasi permasalahan pada pemilu 2024, diperlukan kajian-kajian berdasarkan pemilu sebelumnya. Hal ini sebagai bentuk upaya dalam menghasilkan rekomendasi kebijakan yang akan memperkuat penyelenggaran pemilu 2024.
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan (DKP) BRIN Mego Pinandito menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan diskusi untuk berbagi informasi dengan stakeholder yang berkaitan erat dengan penyelenggaraan pemilu. Sehingga pihak terkait mengetahui aspek-aspek yang perlu diperhatikan serta penanganan ekstra agar dapat membangun kehidupan demokrasi indonesia yang berkualitas ke depannya.
“Dengan melakukan bincang pembangunan ini kita akan melihat pendapat dan mengetahui informasi yang diperoleh dari narasumber untuk memperkuat kesiapan agar pemilu yang akan datang menjadi lebih baik lagi. Hasil diskusi ini akan menjadi rekomendasi kebijakan dan naskah akademik yang akan disampaikan pada pihak terkait,” jelas Mego.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy’ari menyampaikan mengenai tahapan yang ditempuh KPU menuju pemilu 2024 dan bagaimana proses mereka dalam melakukan verifikasi bagi partai-partai yang mendaftar. Hasyim menyoroti bahwa pihaknya sering dianggap “melindungi” partai-partai yang ada di Senayan daripada partai-partai yang belum memiliki kursi. Ia melanjutkan bahwa selama persyaratan lengkap dan diserahkan dalam periode yang ditentukan, maka KPU akan tetap menerima pendaftaran dari semua partai.
“Jadi selama periode 1-14 Agustus kemarin, dokumen yang diserahkan itu harus lengkap, menyerahkan surat pendaftaran dan dokumen persyaratan, itu dulu syaratnya. Seandainya kami membuka perbaikan dan pendaftaran ulang di luar tanggal tersebut, tentunya akan tidak adil bagi partai-partai yang telah melengkapi persyaratan pada periode yang ditentukan di awal,” terang Hasyim.
Selain menjelaskan mengenai tahapan yang telah ditempuh, Hasyim juga menjelaskan berbagai kesiapan KPU terkait calon peserta pemilu, pemilih, penghitungan suara, rekapitulasi dana hingga penetapan terpilih. Seluruh kesiapan yang telah dan akan dilakukan KPU berpegang terhadap asas keterbukaan dan transparan.
Sebagai perwakilan peserta pemilu, Hasto Krisyanto menjelaskan bahwa partai juga melakukan berbagai persiapan menjelang pemilu 2024. “Kami di partai melakukan berbagai persiapan, salah satunya setiap calon peserta wajib melalui pelatihan-pelatihan yang telah kami siapkan. Mulai dari test psikologi hingga memperhatikan berbagai aspek. Salah satunya aspek strategi sebagai antisipasi agar pemilu berlangsung kondusif dan tidak terjadi hal yang tidak diinginkan,” jelas Hasto.
Di lain sisi, Pengamat Politik Djayadi Hanan menyoroti mengenai isuu strategis ataupun permasalahan pada pemilu yang terjadi karena adanya polarisasi. Dirinya menjelaskan bahwa secara teori dan data empirik terdapat tiga faktor penyebab polarisasi yaitu, arena pemilu, narasi pemilu serta political will.
Menurutnya, arena pemilu seperti desain regulasi dari pemilu masih berpotensi dalam menimbulkan polarisasi dikarenakan hanya terdapat dua kandidat terpilih. Ia menambahkan bahwa potensi polarisasi akan lebih terhindar jika terdapat tiga kandidat sehingga tidak terbagi dua kubu seperti pemilu sebelumnya.
Kemudian, Djayadi juga menjelaskan bahwa faktor lain yang sangat berpengaruh dalam terbentuknya polarisasi adalah narasi pemilu. “Narasi politik yang membawa kepentingan tertentu sebagai contoh seperti agama ataupun hal lain yang sensitif yang kemudian dikonsumsi publik adalah bentuk yang sangat berpotensi menimbulkan polarisasi,” katanya.
Selain itu, substansi dari narasi tersebut juga perlu diperhatikan, apakah memiliki cantolan pada kandidat tertentu atau mungkin partai tertentu. Hal tersebut harus menjadi perhatian lebih, untuk menghindari resiko polarisasi dalam pemilu 2024 sehingga dapat meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Mardani Ali Sera, dari DPP PKS, menyebutkan bahwa demokrasi dan sistem politik Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. PKS telah memetakan ada empat faktor yang menyebabkan hal tersebut. Yang pertama adalah politik di Indonesia berbiaya tinggi. Menurutnya biaya yang harus dikeluarkan untuk menjadi kepala daerah, anggota legistlatif, atau presiden menghabiskan biaya yang tinggi.
Hal tersebut menimbulkan munculnya faktor kedua, yaitu politik oligarki. Karena perlu modal besar, sehingga diperlukan pemberi modal. Yang ketiga adalah politik saling ikat, karena dua pihak sama-sama butuh, sehingga saling mengikat satu sama lain. Lalu yang terakhir adalah politik yang berputar di dalam. Sehingga tidak menjadi aspirasi rakyat, tapi menjadi aspirasi elit. “Hal inilah yang berbahaya karena dapat mematikan demokrasi,” lanjut Mardani.
Untuk itu, Mardani menyampaikan bahwa perlu dilakukan reformasi bagi partai politik di Indonesia. BRIN, akademisi, pengamat, masyarakat, dan media menjadi garda terdepan untuk melakukan reformasi tersebut karena diperlukan faktor eksternal untuk menekan reformasi tersebut.
Pemilu 2024 adalah kegiatan politik dan isu yang sangat strategis karena akan menghantarkan bangsa untuk menuju pada pemerintahan yang semakin demokratis. Kesuksesan penyelenggaraan pemilu sangat berkaitan dengan peran KPU, BAWASLU dan DKPP. Selain itu, kesiapan para peserta pemilu, partai politik dan seluruh elemen yang berkaitan yaitu masyarakat indonesia juga turut menjadi faktor kesusksesan penyelenggaraan pemilu.
“Kita semua berharap agar pemilu 2024 berjalan dengan damai, berintegritas dan terjauhkan dari unsur-unsur narasi politik yang menimbulkan polarisasi,” tutup Direktur Kebijakan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan BRIN Nurhasim. (FAZ-MNC Trijaya)