Hanya lima persen dari publik yang disurvei badan riset SMRC (Saiful Mujani Research and Consulting) yang setuju dengan gagasan perpanjangan masa jabatan presiden hingga periode ketiga. Hal ini bertolakbelakang dengan klaim pemerintah dan partai-partai politik.
Deni menegaskan hasil itu konsisten dengan survei serupa sebelumnya, September 2021 lalu.
“Penolakan penundaan Pemilu 2024 didukung mayoritas publik. Terjadi di semua kalangan, menengah atas hingga menengah bawah. Begitu juga, kalangan anak muda hingga tua. Daerah kantong Jokowi maupun Prabowo sama-sama menolak Pemilu 2024 ditunda,” ujar Deni.
Survei yang dilakukan 13-30 Maret 2022 atas 1.200an responden itu juga mengungkap penolakan pengunduran Pemilu 2024 di konstituen partai politik pendukung maupun oposisi pemerintah. Mayoritas penolakan juga merata terjadi pada masyarakat di berbagai daerah kantong pemilih Jokowi maupun Prabowo di Pilpres 2019 lalu. Deni mengatakan hasil survei ini yang bertolak belakang dengan klaim pemerintah terkait big data 110 juta rakyat Indonesia ingin Pemilu 2024 ditunda.
PAN: Ide Penangguhan Pemilu Didukung 3 Parpol
Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Zulkifli Hasan, saat menemui Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, Rabu (28/3) lalu menegaskan ide penundaan Pemilu 2024 didukung tiga parpol, namun keputusannya tergantung mayoritas parpol yang ada. Zulkifli yang juga menjabat Wakil Ketua MPR itu menegaskan usulan penundaan Pemilu menjadi urusan partai politik.
“Itu kan urusan partai-partai ya, bukan urusan presiden. Jadi tolong jangan salah-salahkan Pak Presiden. Baru didukung tiga partai : saya di PAN, ada PKB dan Golkar. Banyak parpol yang belum setuju. Kalau yang belum setuju banyak, kita nggak bisa jalan. Tapi kalau setuju semua, baru mungkin. Ini urusan partai-partai, bukan urusan Pak Presiden. Catat, jangan salahkan yang nggak urus, yang urus partai,” tegasnya.
Publik Tolak Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Survei SMRC ini juga menunjukkan bahwa publik menolak wacana perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode. Deni memaparkan hanya lima persen publik yang mendukung ide atau wacana presiden tiga periode. Mayoritas publik, yaitu 73 persen, tetap ingin mempertahankan masa jabatan presiden maksimal dua periode.
Deni menambahkan bahwa pendapat publik mayoritas ingin mempertahankan ketentuan masa jabatan presiden maksimal dua kali ini konsisten dalam tiga survei serupa yaitu pada Mei 2021, September 2021, dan Maret 2022.
“Ide menambah periode jabatan presiden bukanlah aspirasi yang umum di masyarakat. Hanya sekitar lima persen warga yang setuju dengan pandangan itu. Publik pada umumnya ingin seorang presiden hanya menjabat maksimal dua periode saja,” ungkap Deni.
Wacana perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode ini terus bergulir di masyarakat dan langsung direspon Presiden Jokowi. Presiden mengatakan kalau pun hal itu merupakan aspirasi masyarakat, namun semua tetap harus tunduk pada konstitusi yang ada.
“Yang namanya keinginan masyarakat, yang namanya teriakan-teriakan seperti itu (masa jabatan tiga periode) kan sudah sering saya dengar,” ujar Jokowi saat meninjau Candi Borobudur di Jawa Tengah, Rabu (30/3) yang diunggah di akun video Sekretariat Presiden.
Cederai Demokrasi
Manajer Program SMRC, Saidiman Ahmad menyatakan hasil survei itu publik menilai kedua wacana itu, penangguhan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, sama-sama berdampak negatif pada sistem demokrasi di Indonesia.
“Hasil riset ini mengungkap publik melakukan resistensi pada dua tren wacana itu. Ini berdampak pada nilai jalannya demokrasi dan arah perjalanan bangsa yang grafiknya menurun. Nilai Demokrasi bisa semakin teegerus karena publik menilai Demokrasi tidak dijalankan dengan seharusnya,” ujar Saidiman.[ys/em]
Sumber: Yudha Satriawan/ VOA Indonesia