“Acara Perpusnas Writers Festival ini membuat Perpusnas tidak hanya menjadi tempat bersua pembaca, tetapi tempat penulis bertegur sapa dengan pembaca,” ungkap Ahmad Fuadi, penulis/novelis yang sukses dengan Novel Negeri 5 Menara. Demikian tanggapan Ahmad Fuadi, salah satu narasumber hari pertama PWF, talkshow yang mengusung subtema “Menorehkan Karya, Menjajakkan Nama” di Teater Perpustakaan Nasional, Jakarta, pada Rabu (16/11).
Menurut Ahmad Fuadi, pengalaman menulisnya didapatkan dari pembiasaan diri dan belajar terus menerus. “Sebelum sampai pada panggilan menulis, kita perlu mempersiapkan dan membiasakan diri,” sebutnya.
Selain itu, menurutnya, membaca merupakan pengalaman intim antara suara penulis dan pembaca yang mendengarkan suara yang ingin disampaikan. Maka, menulis harus dilakukan dari hati. “Menulislah dari hati agar sampai ke hati pembaca,” terang penulis novel Ranah 3 Warna yang telah dialihwahanakan dalam bentuk film ini.
Eka Kurniawan, penulis novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, mengamini apa yang disampaikan Ahmad Fuadi. Dia menyampaikan pengalaman menulisnya dimulai dari kebiasaan membaca. Sewaktu kecil, bahkan tidak terpikirkan untuk menjadi penulis. “Yang terpikirkan ya cita-cita lain seperti anak-anak kecil dan remaja pada umumnya. Tapi memang saya senang membaca dan mendengarkan dongeng,” sebutnya.
Eka menyebut, di Indonesia banyak sekali hal yang dapat bahkan harus ditulis. “Dua ratus tujuh puluh juta masyarakat bisa menulis karena setiap orang punya pengalaman masing-masing. Bayangkan bila satu persen saja menulis, akan kaya sekali keragaman dan cara pandang kita pada suatu hal,” paparnya.
Penulis yang juga dikenal sebagai pegiat literasi, Maman Suherman, mengatakan bahwa menulis merupakan kewajiban moral dalam mendukung literasi masyarakat. “Dengan begitu tidak lagi ada masyarakat Indonesia di mana, 90 orang di Indonesia mengantri untuk dapat membaca satu buku saja,” urainya.
“Membaca dan “mengikat” hasil bacaan yang tersurat dan tersirat dengan menuliskannya adalah pintu gerbang yang tidak cuma mencerahkan, memperkaya wawasan dan membuat berdaya diri sendiri, tetapi juga orang lain dan lingkungan sekitar.
“Karenanya apresiasi yang tinggi untuk Perpusnas yang mengadakan Perpusnas Writers Festival sebagai bagian dari upaya untuk terus mendorong dan meningkatkan minat dan daya baca serta semangat mengabadikan: menulis,” ujar kang Maman menanggapi gelaran PWF.
Sementara itu, Kirana Kejora memandang menulis sebagai kegiatan yang baik untuk jiwanya. “Saya menulis untuk obat sakit jiwa, sebagai healing. Sejak kecil saya adalah anak yang kesepian dan sejak kecil saya suka menulis untuk menemani kesepian saya, dimulai dengan menulis buku harian, hingga bermain tenda rumah-rumahan bersama teman imajiner,” ucapnya.
Ayahanda dari Kirana menjadi pendorong utama dirinya bisa menjadi penulis. Sejak kecil, ayahnya sering membacakan dongeng dan memberikan buku untuk menghibur Kirana. Dia menjelaskan, pada masa kecil, sang ibu sakit sehingga untuk sementara harus jauh dari keluarga di rumah.
“Saya berterima kasih kepada masa kecil saya dan bapak sebagai pahlawan saya, sehingga saya bisa menebar virus literasi utamanya nusantara,” jelasnya.
Penulis buku Elang ini menekankan bahwa siapapun bisa jadi penulis, bahkan hidup dari menulis. “Perpusnas Writers Festival adalah ruang megah bagi para penulis, pegiat literasi dan pembaca untuk sama-sama belajar, berkarya, berdaya, agar semakin kaya jiwa,” ungkapnya.
Sesi talkshow yang dipandu oleh Kepala Pusat Jasa Informasi dan Pengelolaan Naskah Nusantara, Perpusnas, Agus Sutoyo, ini berlangsung cukup menarik. Hal ini ditandai dengan antuasiasme peserta, baik yanh hadir secara luring maupun daring.
Sementara itu, Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando, dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Biro Hukum, Organisasi, Kerja Sama, dan Humas, Sri Marganingsih, menyampaikan peran Perpusnas untuk mendorong berbagai elemen masyarakat dalam menciptakan konten informasi.
“Dengan segala informasi pengetahuan dan pengalaman dari para narasumber, akan menjadi amunisi untuk membentuk dan membangun kemampuan dalam bidang kepenulisan, sehingga pada gilirannya akan lahirlah karya-karya bermutu untuk dapat dibukukan dan disebarluaskan ke masyarakat,” ucapnya.
Pemimpin Redaksi Perpusnas Press, Edi Wiyono berharap agar kegiatan ini dapat menjadi ruang media bagi para penulis dan pembaca. “Mudah-mudahan kegiatan ini bisa terus berkelanjutan dengan tentunya segala inovasi yang akan hadir di sana, sehingga harapan kepada para pembaca dan penulis Indonesia bisa terakomodir dengan kegiatan ini,” ucap Edi.
Perpusnas Writers Festival pada hari kedua, 17 November 2022, akan diisi kegiatan bincang inkubator literasi. Pada hari ketiga, PWF akan diisi peluncuran dan diskusi buku Leksikon Gerakan Indonesia Menulis dan Saatnya Duta Baca Bicara. Hari keempat diisi talkshow kepenulisan yang akan menghadirkan penulis yang berasal dari cendikiawan, birokrat dan ASN. Cendikiawan Yudi Latif dan Direktur Utama Balai Pustaka, Achmad Fachrodji akan mengisi sesi ini, serta ASN, Thoriq ramadhani. Sedangkan pada hari terakhir, kegiatan akan diisi dengan workshop kepenulisan yang menghadirkan dua mentor kepenulisan Benny Arnas dan Annisa Khairunnisa.